Alien, Me, and Exotic Rain
Alien itu menyebut hujan eksotik yang menggetarkan jiwa. Ia berkata padaku, saat ini ia duduk bersebelahan denganku sambil merokok dan minum kopi, telah banyak tempat ia kunjungi namun di sinilah ia mendapat keramaian yang bermakna. Hujan, ia sangat tertarik pada satu hal itu.
'Bagaimana kau bisa demen sama hujan, En?' tanyaku bersahabat. Jangan dibayangkan ketika kali pertama bertemu dengan alien temanku ini. Hampir pingsan tahu wujudnya terutama jijik oleh kulitnya yang hijau berlendir. Kini, aku sudah terbiasa.
'Su.ka.ka.re.na.bu.nyi.nya!' si Alien temanku berkata patah patah.
Aku tak pernah mempermasalahkan gaya bicara teman baruku itu. Bagiku, paling penting saat ini ialah menerima kehadirannya di Bumi, di rumahku, dan tahu maksud apa yang ia bicarakan. Masalah gaya, biarkan ia menjadi dirinya sebagai alien dan tak harus kupaksakan menjadi manusia.
Ia menyeruput kopi Lampung yang kusajikan dan menilai: 'Ko.pi.i.ni.co.cok.wak.tu.hu.jan.'
'Terima kasih, En.' kataku.
Saat mengobrol bertukar informasi tentang rumahnya dan aku pun memamerkan betapa Bumi sangat cantik, Alien temanku berkali kali melirik ke jendela yang kacanya bagaikan layar bioskop yang mempertontonkan hujan yang menari nari. Ia betul betul sangat takjub akan kehadiran hujan.
Kutanya, 'Di rumahmu tidak ada hujan kah?'
Alien menjawab jika hanya sekali dalam seribu tahun hujan hadir di rumahnya dan itupun hanya sepuluh menit. Ia berterus terang jika misinya ke Bumi adalah mencari tahu kenapa bisa orang orang bumi menghasilkan hujan sedahsyat ini.
Lanjutnya, Alien telah berkeliling keliling mendarat di beberapa tempat di bumi, ia mengakui tak ada yang memuaskan rasa ingin tahunya. Pernah UFOnya parkir di Arab, apa yang ia dapatkan? Alien temanku menceritakan seperti ini:
'Me.re.ka.ti.dak.ra.mah.Ba.dan.be.sar,ber.ju.bah,jang.gut.pan.jang,ter.nya.ta.ka.lau.di.ta.nya.ma.lah.mem.ben.tak.ku.Pa.dah.al.aku.ha.nya.ber.ta.nya."Tu.an,di.ma.na.tem.pat.a.ir.di.si.ni?"'
Di tempat lain pun seperti itu. Amerika Serikat lebih galak lagi. Alien temanku berkisah jika orang orang di sana gila kerja dan sama sekali tak menjawab salamnya. Ia pun memutuskan terus mencari dan saat ada di udara ia melihat sebuah tempat yang mengilat ngilat. Indonesia tempatku tinggal.
'Te.ri.ma.ka.sih,Da.nie!' Alien itu berucap tulus.
***
Seminggu sekali Alien temanku berkunjung ke rumahku. Kami berdiskusi asyik dan kuberikan seluruh informasi yang kutahu tentang hujan. Kukatakan hujan di Indonesia belum termanfaatkan dengan baik. Ia jatuh ke Bumi sekadar lewat bahkan cenderung merusak. Belum ada kesadaran kami warga Indonesia untuk meningkatkan nilai fungsinya. Keberkahan Tuhan memberi hujan berdurasi lama dan berjumlah banyak amblas seketika.
Alien menawarkan jasanya bagaimana jika ia mengajak teman temannya datang ke Bumi di Indonesia. 'Untuk apa?' kutanya waktu itu dan ia menjawab teknologi di tempat Alien mampu mengolah air yang eksotik ini. Terus terusan si Alien meluncurkan kata "eksotik" yang membuatku tersanjung hidup di Bumi ini.
'Nanti nanti saja, En. Aku bukan pemilik kuasa di negeri ini. Kalau aku menjabat di Dinas Pengairan, bolehlah kita bekerja sama. Untuk saat ini, jangan! Mereka akan heboh di mana mana. Twitter, Facebook, surat kabar. Kita bisa disangka akan mengudeta!' jawabku.
Hujan ini telah merekatkan hubunganku dengan alien. Ya, hujan eksotik.
_____________________
Sumber gambar: drawnoutdoors.wordpress.com
Meribut di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment