Header Ads

Reni sang Ratu Kuliner Mi Ayam


'Menjalani bisnis kuliner, berat badan malah makin naik. Iki piye to?! Gimana sih?!'

Sahabat Tasikmalayaku, Reni, menulis status di facebook. Kami akrab sudah sekitar enam tahun. Waktu itu belum tenar kata "galau" tapi aku sudah merasakannya lebih dulu. Gelisah karena putus cinta, aku mencemplungkan diri ke laut. Beruntung Reni menyelamatkanku. Ia dulu ber
profesi penjagawati pantai.

'Ngapain kau frustasi?' tanya Reni waktu itu sambil mengoleskan balsam ke dadaku yang montok karena gemar push up.

Aku tersadar dan ada seorang wanita berotot tersenyum di atasku.

'Siapa kau?!' seruku.

'Reni. Miss Reni Sureni. Tapi nama tenarku Angelique.'

Sejak itu kami sering mengobrol lewat dunia maya. Berkali kali aku mengucap terima kasih Reni telah menyelamatkan nyawaku. Berulang ulang pula ia menolak dan menggeser arah pembicaraan kami. Ia tipe orang yang tak mau kebaikannya diungkit ungkit.

Kubuka buka FB dia, kucermati ia sedang membuka bisnis kuliner. Mi ayam. Memang Reni berjiwa pengusaha tangguh. Kukomentari statusnya yang mengeluh badannya sekarang gembul.

'Karena menunya lezat. Pemiliknya cantik. Kombinasi yg patut dicatat jd rekor MURI.'

Dia tertawa dalam komentar balasannya. Jujur, aku kangen dia. Sungguh.

'Kapan kau mau icip icip mi ayam buatanku?' tanyanya.

Aku menjawab, 'Tak kudu ke Tasikmalaya. Memandang fotomu di FB sudah membikinku mengimajinasikanmu ialah semangkuk mi ayam. Sawi adalah tanganmu. Mi, rambutmu. Ceker ibarat kakimu yang kukuh. Kuah laksana ilermu. Sudah cukup aku di Jogja saja.'

 Reni langsung meneleponku. Suaranya masih tetap empuk seperti awal pertama kami bertemu. Kemungkinan besar, ibunya saat mengandung mengidam kentang rebus yang berujung Reni anaknya bersuara bak penyiar. Memang benar, ia pernah jadi penyiar radio beberapa tahun sebelum insiden mengerikan ia beradu jotos dan jambak jambakan dengan manajernya.

'Heh, bagaimana kabarmu, Bos?' tanyanya genit. Aku tahu Reni menggaruk garuk leher saat berbicara denganku.

'Baik, aku baik baik saja.'

Kembali ia mengeluh tentang besarnya badannya. Cepat cepat aku menenangkan jiwanya yang menurutku separuh menuju sekarat karena obesitas. Aku bilang, 'Yang penting kamu sehat. Minumlah air putih yang banyak. Tak harus olahraga berat, angkat karung atau apa. Kau sibuk jalan mondar mandir mengurus kedai mi ayammu sudah termasuk olahraga. Ikhlaskan hatimu!'

Ajaib, Reni terisak. Suaranya kudengar berubah bagaikan singa betina yang menstruasi menahan sesuatu yang selama ini mengganjal di hatinya.

'Terima kasih, Dan.' ucapnya.

'Aku yang wajib berterima kasih padamu!' balasku.

'Kita selalu berhenti pada kata "terima kasih". Lebih baik kita pikirkan bagaimana arah kewajiban kita memanusiakan manusia.'

'Itu PR kita!'
 

Reni, terima kasih .... Sukses buat "Kedai Qu" di Tasikmalaya!


_____________
Sumber gambar: FB Renny Aprilia Gunawan

Tidak ada komentar