Perang Ksatria di Pantai Sundak Wonosari
Tepat pukul 8 Perang Bintang mulai. Nyaris seluruh capoeirista bertelanjang dada kecuali Svenja dan Katja secara ia bule cewek Jerman juga beberapa pendekar cowok yang tak ingin penyakit kulit di punggung dan dadanya diketahui teman lain. Pantai Sundak Wonosari ialah saksi kegarangan kami. Ya, kami akan saling melempar air dalam plastik menyasar muka musuh.
Dua kelompok kami dibagi; Babi dan Celeng. Sebutlah seperti itu karena akan sangat aneh jika memberi nama Cute dan Beautiful. Bukan jiwa ksatria yang kami berhasil bentuk tapi keanggunan khas waria pengamen. Benar, babi dan celeng adalah satu keluarga, yang membedakan hanya cula.
'Serang itu Babi!' teriak si Glasso, capoeirista berkacamata.
'Bunuh si Celeng ....' tak kalah si Margarino, sebutan karena ia suka mengoleskan margarin ke ketiaknya dengan alasan akan mengurangi bau badan secara efektif.
Pertempuran itu sangat sengit. Kepala kepala tak bersalah kena timpuk air dalam plastik. Badan badan basah kuyup oleh serangan bertubi tubi lawan. Svenja dan Katja malah girang bukan kepalang, melonjak lonjak, dan mangap terus terusan seolah melupakan derita mereka sebagai bule Jerman di Jogja.
'Stop! Permainan rampung ....' seru wasit Perang Bintang. 'Para Babi dan Celeng, silakan duduk istirahat!'
Si wasit membagikan air mineral gelas pada para ksatria capoeira. Beberapa mengeluh kenapa permainan hanya sebentar, belum sampai klimaks sudah dihentikan. Namun si wasit punya alasan tersendiri:
'Kalau aku teruskan, pasti satu di antara kalian akan mengambil batu pantai dan menyerang musuhnya. Musuh kena, mereka membalas. Berubah brutal! Aku tahu kalian senang, tapi jika dibiarkan akan BABLAS.'
Mulut mulut capoeirista membulat atas penjelasan yang bermakna dari si wasit yang juga master olahraga Brazil ini.
'Ayo, kita bakar ikan!' teriak si wasit.
'AYO!'
_______________
Sumber gambar: Dokumentasi Capoeira Senzala Yogyakarta
Post a Comment