Ada Bangkai Tikus di Atas Plafon
Bangkai tikus di atas plafon. Di atas kamar. Darah dan cairan si tikus membekas di eternit. Tampak coklat dan merah, berbintik bintik. Lalat lalat singgah, membesuk si bangkai, mencicipi sekadar cairan penuh rasa aduhai.
Penghuni kos teriak teriak. Memohon bantuan seperti istrinya segera melahirkan. Kepada si Tuan Kos untuk segera si bangkai tikus diintip dan dibuang agar bau menyengat segera menghilang. Mulut si penghuni ditutup masker amat ketat. Karena jika tidak, perut mual mual dan muntah mengeluarkan cairan pula. Tambah heboh suasana. Bangkai tikus dan ceceran muntah menjadi kombinasi unik di suatu pagi yang mendung.
Seluruh awak kos berkumpul. Berdecak bingung, bagaimana harus mengeluarkan jasad tikus dari lorong atas. Tak ada yang berani. Tuan Kos juga enggan karena kuatir penyakit pes akan diperolehnya. Apalagi anak anak kos. Memanggil orang lain untuk dipekerjakan, mereka tak ada duit. Masih banyak kebutuhan kuliah yang musti dipenuhi. Untuk menyelesaikan kasus bangkai tikus haruslah si penghuni kos bersangkutan. Bukan masalah bersama tentunya.
Penghuni kos kabur. Menyelamatkan diri. Sama ketika Gunung Merapi meletus. Tak ingin satu gores tubuh terperciki debu, atau satu titik cairan berpenyakit menempel di kulit. Itu sangat berbahaya. Tinggal memasrahkan ke Tuan Kos dan selanjutnya besok akan bersih dengan bau yang berganti oleh cairan pel beraroma Jeruk Nipis. Alangkah mudah hidup ini.
Dan si Tuan Kos sedang berpikir. Membuka iternit adalah uang. Belum ada solusi, membiarkan si bangkai tikus dikeroyok oleh lalat lalat dan serangga lain pemakan sisa sisa kehidupan.
Penghuni kos teriak teriak. Memohon bantuan seperti istrinya segera melahirkan. Kepada si Tuan Kos untuk segera si bangkai tikus diintip dan dibuang agar bau menyengat segera menghilang. Mulut si penghuni ditutup masker amat ketat. Karena jika tidak, perut mual mual dan muntah mengeluarkan cairan pula. Tambah heboh suasana. Bangkai tikus dan ceceran muntah menjadi kombinasi unik di suatu pagi yang mendung.
Seluruh awak kos berkumpul. Berdecak bingung, bagaimana harus mengeluarkan jasad tikus dari lorong atas. Tak ada yang berani. Tuan Kos juga enggan karena kuatir penyakit pes akan diperolehnya. Apalagi anak anak kos. Memanggil orang lain untuk dipekerjakan, mereka tak ada duit. Masih banyak kebutuhan kuliah yang musti dipenuhi. Untuk menyelesaikan kasus bangkai tikus haruslah si penghuni kos bersangkutan. Bukan masalah bersama tentunya.
Penghuni kos kabur. Menyelamatkan diri. Sama ketika Gunung Merapi meletus. Tak ingin satu gores tubuh terperciki debu, atau satu titik cairan berpenyakit menempel di kulit. Itu sangat berbahaya. Tinggal memasrahkan ke Tuan Kos dan selanjutnya besok akan bersih dengan bau yang berganti oleh cairan pel beraroma Jeruk Nipis. Alangkah mudah hidup ini.
Dan si Tuan Kos sedang berpikir. Membuka iternit adalah uang. Belum ada solusi, membiarkan si bangkai tikus dikeroyok oleh lalat lalat dan serangga lain pemakan sisa sisa kehidupan.
Post a Comment