Padepokan Cenayang Tiga Raksa
Tiga cenayang muda menimba ilmu. Di Padepokan Tebu Ireng. Yang bukan Pesantren tersohor di Jawa Timur. Padepokan yang ditempati tiga cenayang dalam bayang adalah terletak di kaki Gunung Ciremai. Mereka yakin, di situlah tempat Nini Pelet bersemayam. Aura magis Nini ingin diserap mereka. Karena yakin, segala hambatan dienyahkan oleh mereka. Seperti bagaimana mencuci baju tanpa deterjen, mereka memanfaatkan hasil alam untuk membersihkan. Entah tanaman apa yang dipakai mereka. Yang pasti, semua dirahasiakan.
Tak ada pelatih. Guru supra natural tak ada. Mereka belajar otodidak dari alam. Mencermati kejadian, menemukan isyarat isyarat yang disebarkan Sang Agung, tanpa mengerti kapan itu akan diberikan. Sewaktu waktu harus siaga. Jika tidur pulas, tak dapatlah jalan hidup yang mencerahkan. Bagi mereka bertiga. Dan tak berlakulah mereka untuk nanti meneruskan kepada orang lain. Tentu dengan bahasa yang lebih sederhana. Tidak yang carut marut, buram, dan penuh teka teki dari awal yang diterima. Sinyal kehidupan, tanpa bertentangan dengan Sunnah yang sudah Terbukukan.
Janganlah berpikir ini adalah syirik. Tiga cenayang muda hanya melakukan kerja. Yang tak bisa dijelaskan secara gamblang. Namun ada semacam yang menggerakkan diri mereka. Suatu kekuatan luar biasa yang menunjukkan kepada mereka jika haruslah bekerja secara bersama. Tidak satu persatu, karena itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Tentulah, ketiga cenayang muda itu saling memberi sinyal bagaimana menuju tempat harapan.
Dua lelaki, satu perempuan. Usia sebaya, tanpa ikatan cinta. Tak ada nafsu. Jikalau ada satu memberahi, seketika yang lain memukul tengkuk agar tersadar. Dan kembali ke alam nyata. Karena dibilang, nafsu itu sesaat. Sementara banyak tugas menunggu untuk diselesaikan. Entah itu bersapa dengan orang orang tua, mengasah kepekaan dan kedewasaan. Juga, jika ada satu orang jatuh, berusahalah mendekat untuk membantu ia berdiri. Terus dan terus.
Namun, jikalah nafsu meledak, bagaimanakah yang harus dilakukan?
Lepaskan saja. Lepaskan saja. Lepaskan saja. Karena itu adalah bentuk dari peluncuran energi yang berlebihan diterima. Tentu dengan pelampiasan yang semestinya. Tidak sembarangan dan tak berolah rasa.
Nafsu bukanlah sesuatu yang harus dihapus. Namun, dikendalikan.
Tiga cenayang pasti akan berpisah secara ragawi. Masing masing tercerabut, dan kembali ke tanah tempat ia berasal dan berakhir. Hanya di Gunung Ciremai inilah tempat bersatu, berbagi kisah, dan solusi yang akan ditawarkan kepada dunia. Selebihnya, menangis tetap di hati, tak digelontorkan, dan bertanya: Kapan kami akan bertemu kembali?
Nikmati pertemuan ini. Menjalani hidup bersama di Padepokan jiwa. Tuhan yang akan menunjukkan jalan.
Tak ada pelatih. Guru supra natural tak ada. Mereka belajar otodidak dari alam. Mencermati kejadian, menemukan isyarat isyarat yang disebarkan Sang Agung, tanpa mengerti kapan itu akan diberikan. Sewaktu waktu harus siaga. Jika tidur pulas, tak dapatlah jalan hidup yang mencerahkan. Bagi mereka bertiga. Dan tak berlakulah mereka untuk nanti meneruskan kepada orang lain. Tentu dengan bahasa yang lebih sederhana. Tidak yang carut marut, buram, dan penuh teka teki dari awal yang diterima. Sinyal kehidupan, tanpa bertentangan dengan Sunnah yang sudah Terbukukan.
Janganlah berpikir ini adalah syirik. Tiga cenayang muda hanya melakukan kerja. Yang tak bisa dijelaskan secara gamblang. Namun ada semacam yang menggerakkan diri mereka. Suatu kekuatan luar biasa yang menunjukkan kepada mereka jika haruslah bekerja secara bersama. Tidak satu persatu, karena itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Tentulah, ketiga cenayang muda itu saling memberi sinyal bagaimana menuju tempat harapan.
Dua lelaki, satu perempuan. Usia sebaya, tanpa ikatan cinta. Tak ada nafsu. Jikalau ada satu memberahi, seketika yang lain memukul tengkuk agar tersadar. Dan kembali ke alam nyata. Karena dibilang, nafsu itu sesaat. Sementara banyak tugas menunggu untuk diselesaikan. Entah itu bersapa dengan orang orang tua, mengasah kepekaan dan kedewasaan. Juga, jika ada satu orang jatuh, berusahalah mendekat untuk membantu ia berdiri. Terus dan terus.
Namun, jikalah nafsu meledak, bagaimanakah yang harus dilakukan?
Lepaskan saja. Lepaskan saja. Lepaskan saja. Karena itu adalah bentuk dari peluncuran energi yang berlebihan diterima. Tentu dengan pelampiasan yang semestinya. Tidak sembarangan dan tak berolah rasa.
Nafsu bukanlah sesuatu yang harus dihapus. Namun, dikendalikan.
Tiga cenayang pasti akan berpisah secara ragawi. Masing masing tercerabut, dan kembali ke tanah tempat ia berasal dan berakhir. Hanya di Gunung Ciremai inilah tempat bersatu, berbagi kisah, dan solusi yang akan ditawarkan kepada dunia. Selebihnya, menangis tetap di hati, tak digelontorkan, dan bertanya: Kapan kami akan bertemu kembali?
Nikmati pertemuan ini. Menjalani hidup bersama di Padepokan jiwa. Tuhan yang akan menunjukkan jalan.
Post a Comment