Joko Bodho (Yang Bukan) Dukun Cabul
Joko Bodho bukan seorang dukun. Tidak yang dimaksud adalah Ki Joko Bodho yang tersohor di Negeri Khayalan bernama Indonesia. Joko Bodho yang satu ini bukan titisan Mama Laurent. Tak ada ilmu hitam yang ia kuasai. Tak pula ia mirip perwajahan dengan Ki Gendheng Pamungkas. Bocah dusun satu ini adalah orang biasa. Joko Bodho orang kampung yang sangat lugu. Tak punya kedigdayaan. Disembelih, pasti kepalanya lepas dari leher.
Memang, rambut Joko Bodho panjang. Nyaris sebokong. Kumis panjang sekali. Nah, inilah yang menyebabkan banyak orang menganggap ia seorang paranormal. Di jalan, di bus, di angkot, tak jarang mereka langsung menyodorkan telapak tangan untuk diramal nasib. Atau pernah suatu kali, Joko Bodho ditawari mobil mewah keluaran teranyar oleh seorang yang mengaku sebagai pengusaha top di ibu kota. Karena, ia merasa Joko Bodho bisa melesatkan usaha dirinya. Dasar si Joko tak berpamrih, ia hanya menjawab dengan senyum simpul lalu ucapan terima kasih.
Di Jakarta ini, Joko Bodho mengadu nasib. Melamar kerja. Di sebuah proyek bangunan bertingkat, ia mendekati seorang lelaki paruh baya dengan helm kuning ia kenakan.
'Pak, sugeng enjing. Selamat pagi.' Joko memulai percakapan.
Sang lelaki yang sepertinya pimpinan proyek menyelidik. Menatap dari ujung kepala ke kaki. Seperti petugas imigrasi yang tanggap teroris. Atau, yang paling menjengkelkan, ia cuek tak menjawab salam.
'Pak, saya ingin mendaftar kerja.'
'Sudah tutup!' seru si bapak tambun.
'Oh baiklah Pak,' Joko berniat beranjak. Tapi ia memiliki ide. 'Ada yang bisa saya kerjakan Pak? Untuk membantu Bapak?'
'Gak ada. Udah penuh.'
Alamak. Sombong nian ini Bapak, dalam hati si Bodho berkata. Ia ingat pesan nenek kepada dirinya.
'Le, kalau kamu dalam kesulitan. Injak injak bumi tiga kali. Sebut nama Gusti. Minta pangestu.'
Joko melakukannya. Tiga kali injak, tanpa bernapas.
'Gusti bantu saya. Bumi dan tubuh saya adalah satu. Lancarkan niat hambaMu ini untuk berusaha.'
Benar. Si Bapak yang ada di depan Joko, berpaling. Sepertinya, pekerjaan akan diberikan kepada Joko Bodho. Sungguh dunia teramat mudah untuk ditaklukkan, Joko Bodho mulai bungah hatinya. Si lelaki bertopi proyek mendekat.
'Heh. Ini tanganku. Ramal garis tanganku ya!'
Ternyata, sama saja. Tidak berlaku lagi peribahasa 'Lain lubuk lain belalang. Lain kolam lain ikannya.' Yang ada adalah 'Sami Mawon, sama saja.'
Memang, rambut Joko Bodho panjang. Nyaris sebokong. Kumis panjang sekali. Nah, inilah yang menyebabkan banyak orang menganggap ia seorang paranormal. Di jalan, di bus, di angkot, tak jarang mereka langsung menyodorkan telapak tangan untuk diramal nasib. Atau pernah suatu kali, Joko Bodho ditawari mobil mewah keluaran teranyar oleh seorang yang mengaku sebagai pengusaha top di ibu kota. Karena, ia merasa Joko Bodho bisa melesatkan usaha dirinya. Dasar si Joko tak berpamrih, ia hanya menjawab dengan senyum simpul lalu ucapan terima kasih.
Di Jakarta ini, Joko Bodho mengadu nasib. Melamar kerja. Di sebuah proyek bangunan bertingkat, ia mendekati seorang lelaki paruh baya dengan helm kuning ia kenakan.
'Pak, sugeng enjing. Selamat pagi.' Joko memulai percakapan.
Sang lelaki yang sepertinya pimpinan proyek menyelidik. Menatap dari ujung kepala ke kaki. Seperti petugas imigrasi yang tanggap teroris. Atau, yang paling menjengkelkan, ia cuek tak menjawab salam.
'Pak, saya ingin mendaftar kerja.'
'Sudah tutup!' seru si bapak tambun.
'Oh baiklah Pak,' Joko berniat beranjak. Tapi ia memiliki ide. 'Ada yang bisa saya kerjakan Pak? Untuk membantu Bapak?'
'Gak ada. Udah penuh.'
Alamak. Sombong nian ini Bapak, dalam hati si Bodho berkata. Ia ingat pesan nenek kepada dirinya.
'Le, kalau kamu dalam kesulitan. Injak injak bumi tiga kali. Sebut nama Gusti. Minta pangestu.'
Joko melakukannya. Tiga kali injak, tanpa bernapas.
'Gusti bantu saya. Bumi dan tubuh saya adalah satu. Lancarkan niat hambaMu ini untuk berusaha.'
Benar. Si Bapak yang ada di depan Joko, berpaling. Sepertinya, pekerjaan akan diberikan kepada Joko Bodho. Sungguh dunia teramat mudah untuk ditaklukkan, Joko Bodho mulai bungah hatinya. Si lelaki bertopi proyek mendekat.
'Heh. Ini tanganku. Ramal garis tanganku ya!'
Ternyata, sama saja. Tidak berlaku lagi peribahasa 'Lain lubuk lain belalang. Lain kolam lain ikannya.' Yang ada adalah 'Sami Mawon, sama saja.'
Post a Comment