Berburu Elegan
Belajar elegan dari ia yang telah sarat ilmu. Yang mengerti jika waktu adalah bentang pengalaman. Karena perjuangan tidak harus memuntahkan selongsong peluru dengan membabi buta. Butuh strategi. Tidak melepas kalimat-kalimat panas penggaruk Pantat Para Dewa. Tak bergelegar, relatif aman aman saja. Karena sang Guru tak mengajarkan kekasaran, justru yang lembut namun berisi nyawa akan kebesaran hati. Ya, yang bersadar jika menang, tak jumawa kala kuasa, juga tak beringsut pulang kandang jika terdepak dari lintasan pertaruhan. Judi ini adalah bermain kotor namun tetap berlaku bak seorang Ksatria.
Apakah ilmu keeleganan sulit dipelajari? Tentu tidak. Bapa Guru berujar, ia adalah praktik, ketrampilan. Bersamanya rentetan kecakapan pendukung--kebesaran jiwa, peruncing dan pemantap langkah--seolah menjadi anak keeleganan. 'Perlu latihan wahai Anakku,' lagi lagi sebuah pesan tanpa harus bersungut sungut. Semua bertakar seimbang. Tak kurang, lebih akan membuat tak nyaman, elegan tak didapat.
Elegan dalam sejengkal jarak kepala, otak, mata, dan mulut. Satu garis komando. Rasakanlah. Fokuslah. Otak penyuplai energi. Mata pemindai segala kejadian. Mulut pengucap alasan. Semua harus sesuai dengan takaran. Jangan membiarkan satu pun umpan balik buruk dari apa yang ditawarkan. Demi kesan elegan.
Post a Comment