Lahap Buka Bersama dalam Tatapan Orang Miskin
Buka bersama. Ada yang berbeda, terasa spesial. Apakah itu? Adakah menu berlimpah di atas meja makan? Ataukah minuman pereda haus yang berwarna-warni? Itu sudah pasti. Pasti Anda akan bertanya-tanya?
Bedug maghrib mengguncang nurani untuk melesatkan berahi. Apapun keinginan kita; nafsu makan, gejolak jiwa yang sebelumnya tertekan, atau sekadar mencari angin di luar rumah. Bertemu sang kekasih di tempat wudlu, melaksanakan shalat tarawih dengan mata yang tak jinak. Menunggu isyarat si buah hati untuk meninggalkan shalat witir. Pasti mengasyikkan. Bulan Ramadhan yang penuh berkah, pahala melimpah, jalinan asmara juga meningkat pesat.
Alunan suara muazin, pembaca surah suci, dan celoteh para pengaji yang ingin menimba ilmu, mengisi seluruh ruang masjid. Anak-anak berkejaran mencari kesenangan yang sekarang mereka temukan. Berlari zig-zag mencari ruang kosong saat orang tua mereka membungkukkan badan untuk bersujud pada Illahi. Sungguh semarak ditambah dengan pidato sang kyai yang telah mempersiapkan bahasa pengasah mental bagi insan yang sudi belajar.
Buka bersama hampir saja usai. Makanan hampir tuntas disantap. Dentum suara ke luar dari mulut salah seorang, menandakan masakan lulus uji kelezatan. Perut menerima segala rupa kenikmatan tanpa mengeluh. Tunggu, ia hanya bisa memelarkan kapasitasnya untuk segera mengempis oleh aktivitas shalat tarawih. Masih tersisa satu jam menuju masjid.
Yang spesial dari Ramadhan kali ini, semua anggota keluarga berkumpul. Lengkap, sifat-sifat yang telah lama hilang kini diketemukan. Menyatu kembali setelah tercerai oleh kesibukan masing-masing. Kakek yang dulu mengarahkan untuk terus bersatu telah lama pergi. Tak ada yang menyatukan lagi hidup keluarga. Hingga tiba saat ini. Sungguh bahagia jika masa seperti ini hadir setiap hari.
Ramadhan menyisakan kenangan yang tak terhitung.
Bedug maghrib mengguncang nurani untuk melesatkan berahi. Apapun keinginan kita; nafsu makan, gejolak jiwa yang sebelumnya tertekan, atau sekadar mencari angin di luar rumah. Bertemu sang kekasih di tempat wudlu, melaksanakan shalat tarawih dengan mata yang tak jinak. Menunggu isyarat si buah hati untuk meninggalkan shalat witir. Pasti mengasyikkan. Bulan Ramadhan yang penuh berkah, pahala melimpah, jalinan asmara juga meningkat pesat.
Alunan suara muazin, pembaca surah suci, dan celoteh para pengaji yang ingin menimba ilmu, mengisi seluruh ruang masjid. Anak-anak berkejaran mencari kesenangan yang sekarang mereka temukan. Berlari zig-zag mencari ruang kosong saat orang tua mereka membungkukkan badan untuk bersujud pada Illahi. Sungguh semarak ditambah dengan pidato sang kyai yang telah mempersiapkan bahasa pengasah mental bagi insan yang sudi belajar.
Buka bersama hampir saja usai. Makanan hampir tuntas disantap. Dentum suara ke luar dari mulut salah seorang, menandakan masakan lulus uji kelezatan. Perut menerima segala rupa kenikmatan tanpa mengeluh. Tunggu, ia hanya bisa memelarkan kapasitasnya untuk segera mengempis oleh aktivitas shalat tarawih. Masih tersisa satu jam menuju masjid.
Yang spesial dari Ramadhan kali ini, semua anggota keluarga berkumpul. Lengkap, sifat-sifat yang telah lama hilang kini diketemukan. Menyatu kembali setelah tercerai oleh kesibukan masing-masing. Kakek yang dulu mengarahkan untuk terus bersatu telah lama pergi. Tak ada yang menyatukan lagi hidup keluarga. Hingga tiba saat ini. Sungguh bahagia jika masa seperti ini hadir setiap hari.
Ramadhan menyisakan kenangan yang tak terhitung.
Hmmmm???
BalasHapusApa?
* mengunyah kurma tanpa biji *
Ga jelas kamu berteriak apa???
BalasHapusAku gak teriak.
BalasHapusGimana teriak kalo mulutku penuh kurma.
Sssstttt!!!
Oiya ya ... udah deh ni blog kamu ambil alih.
BalasHapuskayanya nama smarty mah ga cocok buatku
nangis tenan aku ki
Cepcepcep, jangan nangis.
BalasHapusKau mau kurma tanpa biji?
aku bukan orang Arab.
BalasHapusKangen tempe goreng buatan Ibu nih ...
seminggu lagi mudik
BalasHapusAh, aku suka tempe goreng tepung.... Tapi yang mateng, bukan mendoan....