Ateng Minta Kawin, Mak!
Aku bingung menentukan perempuan mana yang kelak menjadi pendampingku. Masih terbelenggu oleh keyakinan dan keunggulan diri. Superioritas lelaki mutlak dan mengesampingkan peranan perempuan. Aku insan yang terlalu bangga dengan keberadaan. Oh, bagaimana aku harus memulai agar kumampu menunjuk salah satu dari mereka. Bukan menunjuk sepertinya, tapi memilih. Akan tetapi kata ‘memilih’ pun sangat tidak adil dan menunjukkan kesombonganku.
Hingga titik ini, aku masih belum bisa memahami arti pentingnya pendamping hidup. Belum, belum, karena merasa tak yakin atas diri sendiri. Benteng terlalu rapat kubangun, sampai tak satu pun perempuan yang berani mendekatinya. Angker dan dingin. Seperti halnya rumah hantu yang mengerikan.
“Le, kamu tuh mau cerita apa sih?”
“Tentang kawin-kawinan itu lo, Mak.”
“O, kamu pengin kawin?”
“Mm ... ya Mak!”
“Le, sapi sebelah rumah tuh kemarin dikawin suntik.”
“Maksud Mak apa?”
“Ya, asyik saja.”
“Dasar Mak nih gimana. Tadi ngajak ngomong bener, sekarang malah aneh-aneh.”
Post a Comment