MUSUHAN SAMA TUKANG ANGKOT
Jungkat jungkitnya harga premium bikin seorang sopir angkot yang baru saja saya tumpangi emosinya meledak. Sedari naik, saya sudah curiga dia megalomaniak yang akan menelan siapa saja yang menyinggung kacau hatinya. Asap membumbung memenuhi isi angkot, musik yang ia setel keras banget sampai kuping kaya melelehkan nanah.
Sebenarnya, saya sudah mau turun berganti angkot karena tidak betah dengan asap rokok yang jelas merusak ketampanan kulit saya. Keriput, kering, tidak enak pastinya. Tapi, dari kaca spion dalam angkot, si sopir sudah melirik lirik saya dalam tatapan arogan. Ketimbang saya mati, saya menahan diri dan bergelut dengan asap rokok yang meledakkan paru paru saya. Snack Taro saya ke luarkan dari tas lantas saya mengganyangnya.
Dua puluh menit dalam angkot serasa saya sakaratul maut. Berkali kali sang sopir menggumam:
'Delapan setengah. Sekarang tujuh ribu enam ratus. BRENGSEK!'
Satu persatu penumpang turun, tinggal saya. Sedikit lagi saya sampai.
'Kiri, Bang!' seru saya.
Angkot berhenti, saya ke luar dengan lega. Udara bersih mengganti asap neraka sang sopir.
'Lima puluh ribu, Mas!' teriak sang sopir.
Jelas saya protes. Sudah naik angkot penuh asap kematian, musik memecahkan gendang telinga, emosi sopir meledak ledak, kudunya saya yang menuntut dia!
'Kok lima puluh, Bang?' saya sopan bertanya. Kalau saya turuti pancingan emosi dia, saya turun kasta.
'Itu lihat! Sampah Taro Sampean. Lima puluh ribu rupiah buat nebus otak sampean di pegadaian karena buang sampah di angkot saya! Tunggu saja di sini. Nanti otak saya kasih.'
HADUH ....
Post a Comment