SURAT TELANJANG untuk TASNIEM RAIS
Ini surat tidak akan mungkin sampai ke Saudari Tasniem karena saya yakin puteri Prof. Amien Rais yang di Belanda itu punya alat blokir bagi lelaki kere kaya saya. Pun judul surat saya yang memakai "telanjang", Tasniem akan langsung menghapusnya atau membuang HPnya karena jijik seperti melecehkan dirinya. Tapi, saya memastikan surat ini tulus dari seorang Danie yang gagah perwira meski tak mengendarai kuda mahal atau berbaju a la pemimpin fasis Hitler.
Tasniem yang blaem blaem, salam kenal dari saya ya .... Kita tidak sedang bermusuhan bukan? Berkenankah Sampeyan saya panggil: Niem?
Begini, Niem. Karena sangat tidak mungkin kita bertatap muka, Sampeyan di Belanda, saya di Tangerang, saya pengin berdiskusi lewat sini saja, ya? Sudah bangun tidur kan? Belanda dingin ndak? Berapa celcius? Kalau di Tangerang panas. Tempat kerja saya menuntut kulit saya legam oleh terik mentari. Lebih enak di belanda yang sejuk kan?
Saya simak Sampeyan kok kurus dengan wajah penuh gurat kekalutan hidup. Lewat foto Sampeyan, saya bisa merasai pose Sampeyan seperti tengah memikirkan kondisi bangsa. Ya, bangsa Nusantara yang tengah menggeliat. Panas namun sebenarnya sejuk karena kami di sini tengah berproses jadi dewasa. Mohon bersabar di apartemen di Belanda situ, ya ....
Tentang Pak Jokowi, Niem Sayang? Ups, keceplosan! Nggakpapa ya .... Kok kayanya saya merasa ada getaran magnetik meski kita bermil mil jauhnya. Nyata ini, Niem. Entah namanya apa?
Pak Jokowi baik baik saja. Saya memastikan itu. Ya, dia pernah jatuh terjerembab waktu panggung kampanyenya rubuh. Tapi dia rapopo. Sini to balik Nusantara .... Nanti saya ajak berkenalan sama sosok Jokowi. Saya juga belum pernah bersalaman je. Jadi bareng bareng yuk ....
Oya, saya tolong kenalin juga ke Pak Prabowo, ya .... Soalnya, saya banyak bikin ghibah tentang dia. Kudanya lah, pelanggaran HAM dia lah, dan yang terakhir saya menggosipkan Niem akan jadi ibu negara mendampingi Pak Prabowo. Plis, jangan lah! Saya bagaimana?
Nah, ketimbang berpikir negatip terus, kita sambangi dua apres kita itu. Tentunya, tanpa emosi, tanpa tendensi, penuh kekerabatan. Dan syarat utamanya, Niem balik sini dulu. Sehari dua hari. Saya akan mengajukan cuti kantor demi Niem.
Terakhir, kalau niat ketemuan ini jadi, saya akan memberi selembar kertas pada Sampeyan. Bukan puisi isinya karena itu trik lelaki kere. Saya cuma mau kasih sebaris tulisan. Sekarang saya sebutkan ya:
Bapa polah, anak kepradhah. Sang ayah berulah, anak anak dapat tuahnya.
Salam buat bapak Sampeyan, ya. Jangan sampai karma yang bapak Sampeyan dapat menghantui hidup Niem. Semoga rezeki Sampeyan tidak terkuras habis oleh orang tua hingga anak anaknya tak mendapatkan sisanya.
Begitu dulu ya, Niem. Aak mau mandi dulu. CU!
Post a Comment