SUKSES dengan INDAH
Rosan berlarian menuju saya yang tengah menyantap pisang goreng dan susu kopi hangat di teras di senja ini. Ia menata napasnya dalam badan membungkuk bersama angin yang menjatuhkan satu daun rambutan di pekarangan saya. Buru buru saya bangkit menghampiri Rosan, menepuk nepuk punggungnya, dan menarik tangannya untuk duduk menenangkan dirinya. Kami duduk bersama menanti beduk Magrib berupa lengkingan muazin.
Saya paham jika Rosan berlaku seperti tadi, ada masalah serius yang ia hadapi. Kami bersahabat sejak kecil, saya cenderung lebih tenang ketimbang Rosan. Rosan masih seperti dulu; sering panik jika mendapati dirinya tengah terjepit permasalahan.
'Masalah utang lagi?" tanya saya.
Rosan menggeleng sambil cepat cepat mengambil sepotong pisang goreng lalu menyeruput minuman saya dan lidahnya terbakar.
'Cewekmu? Calonmu?' saya menebak.
'Nggak!' Rosan berseru dan membenarkan posisi duduknya.
'Lalu apa? Kalau nggak duit ya perempuan kan dirimu!'
'Masalah kali ini beda!'
Sangat berbeda dari Rosan sebelumnya. Parasnya berubah membinar dengan senyumnya melebar. Ini membuat saya penasaran, ada apa gerangan hingga seorang Rosan membawa angin segar perubahan.
'Akan aku ceritakan masalahku, Dan' seru Rosan.
'Baik. Aku dengarkan!' jawab saya.
***
Rosan memulai ceritanya tepat jam tangan saya menunjukkan pukul lima. Kawanan burung tampak melintas di angkasa balik ke rumah mereka. Anak anak dan remaja mulai rupawan oleh basuh air kulah setelah puas bermain dan sebentar lagi ke langgar untuk mengaji.
Cerita Rosan begini:
Ia bertemu seorang tua di pinggir jalan di bawah pohon rindang. Si tua sibuk melinting tembakau namun menghentikannya tahu Rosan menghampirinya.
'Maaf, Ananda. Saya simpan tembakau ini untuk saya nyalakan di rumah. Karena asapnya bukan untukmu, Ananda!' tegas si tua.
Rosan duduk di samping Pak Tua sembari melepas lelah, mengambil air mineral botol, meneguknya dan bercakap dengan si tua.
'Pak, saya hendak bertanya!' Rosan berkata.
'Kenapa kau bertanya seperti itu, Ananda?' ucap si tua sembari menatap Rosan lekat lekat. 'Saya lihat kau tak butuh jawaban dari saya yang tua ini.'
'Saya yakin bapak tahu dan kasih jawaban tepat pada saya!'
'Maka teruskan pertanyaanmu pada saya, Ananda!'
Rosan bertanya makna kesuksesan pada si tua di sampingnya. Apakah sukses diukur dari banyaknya materi, cantiknya istri dan imutnya anak anak, atau gelar banyak yang menempel di nama. Pun jika seorang terus terusan berada dalam kesulitan apakah ia tak akan pernah mencicipi arti kesuksesan. Kecamuk ada dalam diri Rosan yang ia luapkan pada si tua. Rosan bukan tidak adil dengan menumpahkan perasaannya pada si tua yang baru ia kenal namun dirinya percaya jika si tua memberi jawaban yang memuaskannya.
Si tua mengambil napas dalam dalam dan berkata:
'Sukses masalah hati, Ananda. Detail demi detail apa yang kau lakukan dan mensyukurinya itulah sukses. Dirimu yang merasakannya.'
Rosan menyimak dengan takzim.
'Saya sudah merasakan enak tidaknya hidup. Hidup hanyalah soal permainan rasa. Kalau kita jauh jauh hari berkata pada diri sendiri kita aka sukses, semesta akan mendukung!' lanjut si tua.
'Lalu, Pak?' tanya antusias Rosan.
'Terbitkan mimpimu seratus persen! Dan jika kau mencapai dua puluh lima persen lantas kau mensyukurinya itulah sukses. Tidak kau mencanangkan mimp sepuluh persen dan kamu mencapainya sepuluh persen lalu kamu puas itu kau kata sukses. Bukan begitu, Ananda! Sukses ketika kita memasang target dan berdamai dengan hasilnya.'
***
Itulah yang ingin disampaikan Rosan pada saya. Tidak masalah yang bertubi tubi menerpa seorang Rosan. Senja ini, Rosan menyampaikan sesuatu yang enak di telinga yaitu makna sukses yang indah.
Tanya saya pada Rosan, 'Siapa pak tua itu? Apa kau meminta alamatnya dan suatu saat berkunjung padanya?'
Rosan berkata, 'Lelaki tua itu tak ingin aku mengenalnya lebih dalam. Dia pergi setelah aku puas dengan jawaban atas pertanyaan pertanyaanku!'
Mari merapat di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment