Toni si Polisi Salah Gen: Bekal Balsam Ajaib si Mama
Saat penggerebekan, di gerbang lokalisasi Pantai Samas, Toni berbekal
remason. Balsam yang kadar panasnya banyak orang menyebut mendapat
pujian bintang sepuluh. Kenapa ia mengantongi balsam?
Ada rahasia dibalik itu. Dan ini berhubungan dengan pesan sang sang mama waktu Toni masuk dalam masa pendidikan polisi. Mamanya saat itu mewek di teras, melepas kepergian anak semata wayangnya dengan hati hancur.
'Masih terasa saat aku mengeluarkan bayimu, Ton!' ucapnya serak serak basah. 'Kepalamu, oh ... melebihi ukuran bayi. Membuat mamamu ini sakit luar biasa!'
'Maafkan saya, Ma.' kata Toni tulus.
'Tak ada yang harus dimaafkan. Itu fitrah seorang ibu.'
'Ya, Ma.'
Jogja kala itu mendung ketika sepasang anak dan ibundanya berpisah untuk sementara waktu. Angin yang berembus pelan, menyibak rambut mama Toni.
'Oya, ini ada bekal buatmu. Turun temurun dari eyang eyangmu. Balsam! Kalau ada yang jahat sama kamu, oles saja cepat cepat ke mata musuhmu! Dia nggak buta sih .... Cuma akan tersiksa selama tiga hari.' lanjut Mama Toni.
Toni memeriksa dan berkata, 'Mantap jaya, Ma. Nggak cuma mata, Ma ... Kalau bisa lebih dari itu! Selangkangannya mungkin ....'
Mama Toni berbinar matanya. Toni pun berangkat pendidikan polisi dalam jalannya yang tegak dan sesekali menoleh ke belakang memeriksa mamanya yang melambai lambaikan tangan.
'Hati hati di asrama, Ton! Di situ banyak orang jahat.'
"Orang jahat?" Toni membatin saat ia melangkah makin jauh dari rumah. Ia lalu naik tukang ojek yang berwajah sangar, hidungnya beranting seperti banteng matador.
'Pak, saya mau ke kantor polisi! Tolong antar, ya.'
'BODOK.' ia membentak yang membikin Toni melompat. 'Ayo, naik!'
Toni semakin bingung. Tadi masalah remason mamanya, sekarang ia menemui tukang ojek yang mengegas motornya kesetanan.
Timbul ide dalam hati Toni. Ia mengeluarkan balsam pemberian mamanya, mengoleskannya ke leher si tukang ojek. Dan tenanglah jalan motor si pengendara. Toni berseru dalam batin:
"Komandan pendidikan polisi kalau galak, kukasih juga!"
Toni tersenyum senyum sepanjang perjalanan dan membayangkan pelatihan akan berjalan mulus tanpa tindak kekerasan. Ia sudah memastikan dirinya menjadi polisi pengayom masyarakat yang bijaksana.
***
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Ada rahasia dibalik itu. Dan ini berhubungan dengan pesan sang sang mama waktu Toni masuk dalam masa pendidikan polisi. Mamanya saat itu mewek di teras, melepas kepergian anak semata wayangnya dengan hati hancur.
'Masih terasa saat aku mengeluarkan bayimu, Ton!' ucapnya serak serak basah. 'Kepalamu, oh ... melebihi ukuran bayi. Membuat mamamu ini sakit luar biasa!'
'Maafkan saya, Ma.' kata Toni tulus.
'Tak ada yang harus dimaafkan. Itu fitrah seorang ibu.'
'Ya, Ma.'
Jogja kala itu mendung ketika sepasang anak dan ibundanya berpisah untuk sementara waktu. Angin yang berembus pelan, menyibak rambut mama Toni.
'Oya, ini ada bekal buatmu. Turun temurun dari eyang eyangmu. Balsam! Kalau ada yang jahat sama kamu, oles saja cepat cepat ke mata musuhmu! Dia nggak buta sih .... Cuma akan tersiksa selama tiga hari.' lanjut Mama Toni.
Toni memeriksa dan berkata, 'Mantap jaya, Ma. Nggak cuma mata, Ma ... Kalau bisa lebih dari itu! Selangkangannya mungkin ....'
Mama Toni berbinar matanya. Toni pun berangkat pendidikan polisi dalam jalannya yang tegak dan sesekali menoleh ke belakang memeriksa mamanya yang melambai lambaikan tangan.
'Hati hati di asrama, Ton! Di situ banyak orang jahat.'
"Orang jahat?" Toni membatin saat ia melangkah makin jauh dari rumah. Ia lalu naik tukang ojek yang berwajah sangar, hidungnya beranting seperti banteng matador.
'Pak, saya mau ke kantor polisi! Tolong antar, ya.'
'BODOK.' ia membentak yang membikin Toni melompat. 'Ayo, naik!'
Toni semakin bingung. Tadi masalah remason mamanya, sekarang ia menemui tukang ojek yang mengegas motornya kesetanan.
Timbul ide dalam hati Toni. Ia mengeluarkan balsam pemberian mamanya, mengoleskannya ke leher si tukang ojek. Dan tenanglah jalan motor si pengendara. Toni berseru dalam batin:
"Komandan pendidikan polisi kalau galak, kukasih juga!"
Toni tersenyum senyum sepanjang perjalanan dan membayangkan pelatihan akan berjalan mulus tanpa tindak kekerasan. Ia sudah memastikan dirinya menjadi polisi pengayom masyarakat yang bijaksana.
***
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment