To Kill a Mockingbird (Robbert Mulligan, 1962)
'You never really knew a man until you stood in his shoes and walked around them.' --Harper Lee.
Penutup film To Kill a Mockingbird yang sangat berkesan.
Sepanjang tontonan bergambar hitam putih keluaran 1962, saya terus terusan berpikir:
Apakah dunia anak, hukum yang berbelit, pemikiran khas para dewasa, bisa saling melengkapi dan digabungkan dengan amat apik?
Scout, seorang gadis tomboi, belajar keadilan melalui sosok ayahnya, Atticus. Bersama Jem, sang kakak, mereka dihadapkan pada permasalahan kompleks yang perlahan mendesak mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi. Di kota mereka Alabama.
Saat itu, Alabama terserang penyakit aneh. Tiba tiba, Tom Robinson, seorang warga kulit hitam, dituduh telah melakukan pencabulan terhadap majikannya. Isu rasial terus berkembang dan menyudutkan para 'negro', begitu julukan yang diberikan oleh sebagian orang kulit putih. Atticus, yang diperankan dengan sangat dewasa oleh Gregory Peck, memilih untuk menjadi pengacara Tom. Dan tentu saja, Scout dan Jem yang sedang tumbuh terkena imbas; diejek oleh teman teman sekolah mereka, mendapatkan perlakuan yang melecehkan, hingga serangan akan dibunuh oleh orang tak dikenal.
Saking ingin tahu, Scout dan Jem menyelinap di peradilan yang berakhir dengan keputusan tragis. Yang membuat rasa keadilan seakan tersayat sekaligus terangkat.
Melengkapi novel To Kill a Mockingbird yang sungguh indah dan sarat pesan moral yang tak lekang oleh zaman, film ini menawarkan sudut pandang yang bergeser dari buku aslinya. Jika di novel sosok yang bertutur adalah Scout, pada film seluruh karakter ditonjolkan.
Akting menawan diperagakan Gregory Peck, sebagai seorang pengacara ia berhasil memerankannya. Tak salah jika asosiasi pengacara di Amerika Serikat menjulukinya sebagai Pengacara Idaman Sepanjang Masa. Selain itu, peran Scout dan Jem juga berkembang dengan sangat baik.
Tanpa mengurangi rasa novel yang tak terbantahkan lagi dengan ganjaran Pulitzer Award, film To Kill a Mockingbird seakan menjadi tontonan wajib bagi pemantik rasa kemanusiaan.
Penilaian: 9 dari 10 bintang.
Meribut di www.rumahdanie.blogspot.com
Penutup film To Kill a Mockingbird yang sangat berkesan.
Sepanjang tontonan bergambar hitam putih keluaran 1962, saya terus terusan berpikir:
Apakah dunia anak, hukum yang berbelit, pemikiran khas para dewasa, bisa saling melengkapi dan digabungkan dengan amat apik?
Scout, seorang gadis tomboi, belajar keadilan melalui sosok ayahnya, Atticus. Bersama Jem, sang kakak, mereka dihadapkan pada permasalahan kompleks yang perlahan mendesak mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi. Di kota mereka Alabama.
Saat itu, Alabama terserang penyakit aneh. Tiba tiba, Tom Robinson, seorang warga kulit hitam, dituduh telah melakukan pencabulan terhadap majikannya. Isu rasial terus berkembang dan menyudutkan para 'negro', begitu julukan yang diberikan oleh sebagian orang kulit putih. Atticus, yang diperankan dengan sangat dewasa oleh Gregory Peck, memilih untuk menjadi pengacara Tom. Dan tentu saja, Scout dan Jem yang sedang tumbuh terkena imbas; diejek oleh teman teman sekolah mereka, mendapatkan perlakuan yang melecehkan, hingga serangan akan dibunuh oleh orang tak dikenal.
Saking ingin tahu, Scout dan Jem menyelinap di peradilan yang berakhir dengan keputusan tragis. Yang membuat rasa keadilan seakan tersayat sekaligus terangkat.
Melengkapi novel To Kill a Mockingbird yang sungguh indah dan sarat pesan moral yang tak lekang oleh zaman, film ini menawarkan sudut pandang yang bergeser dari buku aslinya. Jika di novel sosok yang bertutur adalah Scout, pada film seluruh karakter ditonjolkan.
Akting menawan diperagakan Gregory Peck, sebagai seorang pengacara ia berhasil memerankannya. Tak salah jika asosiasi pengacara di Amerika Serikat menjulukinya sebagai Pengacara Idaman Sepanjang Masa. Selain itu, peran Scout dan Jem juga berkembang dengan sangat baik.
Tanpa mengurangi rasa novel yang tak terbantahkan lagi dengan ganjaran Pulitzer Award, film To Kill a Mockingbird seakan menjadi tontonan wajib bagi pemantik rasa kemanusiaan.
Penilaian: 9 dari 10 bintang.
Meribut di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment