Dalam Pasungan Televisi
Makhluk
pembunuh luar biasa itu bernama televisi. Dan aku sudah berhasil
melumpuhkannya dengan satu tindakan tegas: tidak mengonsumsinya. Memang
ini terlalu berlebihan karena cemooh kawan kawan terus menembus luba
ng telingaku dan menghantam gendangnya hingga membuatku nyaris tubuhku terguling.
'Dan, kau seperti hewan yang tak tahu informasi!' Gurit berkata itu tanpa teding aling aling.
'Yakin kau tahan tak menonton TV?' ucap Regina nyinyir padaku. 'Paling cuma bertahan satu minggu ....'
Satu minggu Regina bilang? Aku sudah bercerai dengan TV bertahun tahun. Kuakui kadang kala aku tergoda untuk mencicipi tayangan semisal berita. Tapi tetap saja aku tak tahan dengan isinya yang sangat membuat jiwaku seperti terbakar. Tak mampu aku melihat orang orang saling berteriak, artis artis kaya yang tak peka jika aku dan ribuan orang masih berjuang mencari sekadar uang makan.
'Bukan apatis, Reg, Rit.' kataku pada dua temanku itu. 'Aku sangat membatasi lihat TV biar waktuku lebih luang buat jalan jalan. Kupikir, sama saja kok nonton TV dengan lihat gelandangan jalanan, aksi copet di angkot. Sama!'
Kuyakinkan pada Regina dan Gurit namun tak berhasil karena mereka memang sangat menyukai TV sebagai hiburan yang murah; duduk di sofa, tekan remote, dan berimajinasilah kita dalam tuntunan manajer acara TV.
'Mohon maaf sekali lagi Reg, Rit, imajinasiku terpasung oleh TV. Dan itu luar biasa kejam menurutku. Sekarang aku beralih ke radio.' tambahku.
'Ah orang aneh. Kuno itu pakai radio!' Gurit berseru.
'Imajinasi itu buat orang orang sinting kaya kamu, Dan.' Regina tak kalah hebat menyerangku.
'Ya setidaknya kita bisa mengira ngira penyiar radio; apakah tubuhnya seseksi suaranya? Atau, kita bisa berimajinasi dia sedang bugilkah saat siaran?'
Regina dan Gurit terpancing oleh obrolan mesum. Salah satu cara meraih simpati mereka hanya dengan cerita jorok. Dan aku terus merangsek pertahanan mereka agar menjauh dari TV dan mendekati radio.
______
Sumber gambar: http://www.turnoffyourtv.com/
'Dan, kau seperti hewan yang tak tahu informasi!' Gurit berkata itu tanpa teding aling aling.
'Yakin kau tahan tak menonton TV?' ucap Regina nyinyir padaku. 'Paling cuma bertahan satu minggu ....'
Satu minggu Regina bilang? Aku sudah bercerai dengan TV bertahun tahun. Kuakui kadang kala aku tergoda untuk mencicipi tayangan semisal berita. Tapi tetap saja aku tak tahan dengan isinya yang sangat membuat jiwaku seperti terbakar. Tak mampu aku melihat orang orang saling berteriak, artis artis kaya yang tak peka jika aku dan ribuan orang masih berjuang mencari sekadar uang makan.
'Bukan apatis, Reg, Rit.' kataku pada dua temanku itu. 'Aku sangat membatasi lihat TV biar waktuku lebih luang buat jalan jalan. Kupikir, sama saja kok nonton TV dengan lihat gelandangan jalanan, aksi copet di angkot. Sama!'
Kuyakinkan pada Regina dan Gurit namun tak berhasil karena mereka memang sangat menyukai TV sebagai hiburan yang murah; duduk di sofa, tekan remote, dan berimajinasilah kita dalam tuntunan manajer acara TV.
'Mohon maaf sekali lagi Reg, Rit, imajinasiku terpasung oleh TV. Dan itu luar biasa kejam menurutku. Sekarang aku beralih ke radio.' tambahku.
'Ah orang aneh. Kuno itu pakai radio!' Gurit berseru.
'Imajinasi itu buat orang orang sinting kaya kamu, Dan.' Regina tak kalah hebat menyerangku.
'Ya setidaknya kita bisa mengira ngira penyiar radio; apakah tubuhnya seseksi suaranya? Atau, kita bisa berimajinasi dia sedang bugilkah saat siaran?'
Regina dan Gurit terpancing oleh obrolan mesum. Salah satu cara meraih simpati mereka hanya dengan cerita jorok. Dan aku terus merangsek pertahanan mereka agar menjauh dari TV dan mendekati radio.
______
Sumber gambar: http://www.turnoffyourtv.com/
Post a Comment