Berbijaklah untuk Tidak Menyalah-brutalkan Film Persetanan dan Percabulan
Produksi massal film bertema persetanan dan percabulan selayaknya tidak harus ditanggapi dengan keras. Menghujatnya sama saja menyiram bensin ke muka sendiri. Dan memantiknya. Percuma.
Fenomena sosial harus ditanggapi dengan santai. Tidak harus menggebu gebu. Menelusurinya dan menawarkan sedikit gagasan, bisa jadi memberi warna bagaimana ke luar dari carut marut permasalahan film nasional.
Sebetulnya ini adalah ketidakharmonisan hubungan sineas dan pemerintah. Di saat pemerintah dengan sangat gegabah menuntut anak bangsa berkreasi bermutu, melalui ucapan belaka, sineas seakan tak diberi ruang gerak yang adil. Terutama masalah pendanaan. Memang, idealnya film bersifat independen dan bisa berdiri sendiri, menjadi semacam alat sosial yang mandiri untuk menggerakkan massa menuju kebaikan. Tapi faktanya, iklim perfilman di tanah air belum mampu mengarah ke posisi itu. Dukungan pemerintah tidak maksimal, ia hanya berpusat pada promosi destinasi wisata. Sebagai contoh, Bali yang sudah sangat dikenal di mancanegara, masih saja dilejitkan pamornya. Belum lagi promosi Pulau Komodo pada pemungutan suara ‘The New 7 Wonders: Kategori Alam’ yang memakan waktu sangat panjang, tentu membutuhkan dana yang super besar, menjadi salah satu bukti kuat jika Departemen Pariwisata menganaktirikan film. Padahal, film adalah alat ampuh untuk membentuk budaya. Jika masyarakat dididik dengan benar melalui karya film, langkah menuju kesolidan sebuah bangsa bisa dicapai.
Tentang film setan dan tabu, sepertinya ini kritik dari para sineas untuk menghajar pemerintah dengan telak. Bangsa asing akan menganggap manusia Indonesia rendah secara etika dan estetika. Karena salah satu tolok ukur keberhasilan suatu bangsa adalah pesatnya film. Bisa kita simak bagaimana Negeri Korea dengan sangat intens mempromosikan budaya. Mereka cerdik memanfaatkan film untuk menampilkan jati diri mereka. Korea yang dulu sangat tertinggal dari Jepang, lambat tapi pasti dengan dukungan pemerintahnya, menjadi kekuatan budaya Asia yang sangat diperhitungkan.
Lalu bagaimana cara mengakhiri masalah film setan dan tabu?
Post a Comment