Melempar Bola, Melempar Kepercayaan Kolega
Melempar bola. Ditangkap oleh teman. Dilempar kembali, saya berusaha menangkap. Luput. Saya memungut, tanpa harus menyalahkan si Teman. Menghapus pikiran jika ia sengaja membuat lemparan tak bisa saya tangkap.
Saya melempar dengan tekanan tambahan. Dan, teman saya mengamati ke mana bola mengarah, lalu mengejarnya dengan berlari kencang. Ia kembali lagi berhasil menangkap. Jarak kami sekarang jauh. Pikiran saya mengatakan: Lemparan teman saya akan ngawur. Lihat saja, sekarang ia melempar bola ke arah saya.
Curiga curiga dan curiga. Hanya dari saya.
Pengamatan: Raut muka teman saya tak menunjukkan ia memandang remeh diri saya. Ia terus mengejar bola, ke mana pun saya melemparkan. Justru saya yang berniat mengalahkan dirinya. Biar ia kalang kabut, terjungkal, atau sempoyongan berusaha menangkap bola.
Di padang rumput, saya mengerti jika bola adalah benda bundar. Tak seperti selongsong peluru lancip yang jika luput ditangkap akan meledakkan wajah.
Beruntunglah hanya bola yang kami mainkan.
Saya melempar dengan tekanan tambahan. Dan, teman saya mengamati ke mana bola mengarah, lalu mengejarnya dengan berlari kencang. Ia kembali lagi berhasil menangkap. Jarak kami sekarang jauh. Pikiran saya mengatakan: Lemparan teman saya akan ngawur. Lihat saja, sekarang ia melempar bola ke arah saya.
Curiga curiga dan curiga. Hanya dari saya.
Pengamatan: Raut muka teman saya tak menunjukkan ia memandang remeh diri saya. Ia terus mengejar bola, ke mana pun saya melemparkan. Justru saya yang berniat mengalahkan dirinya. Biar ia kalang kabut, terjungkal, atau sempoyongan berusaha menangkap bola.
Di padang rumput, saya mengerti jika bola adalah benda bundar. Tak seperti selongsong peluru lancip yang jika luput ditangkap akan meledakkan wajah.
Beruntunglah hanya bola yang kami mainkan.
Post a Comment