Mudik, Gudik, Sirik (Curahan Hati Pemudik Gaya Kuno)
Inilah pesan Presiden Rindunesia bagi para pemudik.
"Wahai, Para Pemudik tahun ini yang berbahagia. Semoga Tuhan memberi kalian keselamatan. Berhati-hatilah di jalan, patuhi pak polisi, jangan buat keonaran. Lewati jalan dengan awas, penglihatan harus cermat memilih, beristirahatlah jika lelah menyapa."
Mudik, aromanya menguar hingga ke seluruh batin penduduk Rindunesia. Semangat membara bertemu orangtua di kampung halaman tercinta. Uang yang berhasil di tumpuk di kota, dialirkan tajam ke lumbung-lumbung pedesaan. Ekonomi rakyat melaju pesat saat pemudik kembali ke desa, meskipun dalam hitungan hari. Silaturahmi tersambung kembali, dosa-dosa lebur menjadi harapan baru, hati bersih dicuci oleh senyum dan tangisan seluruh keluarga. Lebaran menawarkan cerita yang tak henti-hentinya, selalu manis dan mengasyikkan.
Seorang renta memakan biskuit yang giginya tak kuat mengunyah. Anak-anak kecil berkejaran meneriakkan seberapa besar rupiah yang berhasil mereka terima. Pertanyaan-pertanyaan konyol dan basa-basi terlontar dari mulut para tua bagi pelanjut tahta keluarga. Anggukan segan dilakukan para remaja yang pemikirannya bergeser, tak desa lagi tapi metropolitan. Berharap tak lagi ada diskusi, mereka menerima saja tanpa pernah terbersit untuk melaksanakan. Lebaran, gembira dengan segala permasalahan yang dihamparkan.
Janur kuning dipasang di kediaman agung sang Presiden. Bukan pesta pernikahan, tapi open house idul fitri. Menerima segenap rakyat, sayangnya hanya tetangga dekat, bersedia mendengarkan problem klasik masyarakat. Waktunya saling memaafkan dengan hati yang tulus. Masa jabatan lima tahun yang gagal bisa dihilangkan dengan permintaan maaf, sekali dalam setahun, sebanyak lima kali. Bangsa yang pemaaf dengan tingkat kemaafan yang tinggi. Lebaran, hari pencuci dosa bagi kita.
Mobil pribadi berdampingan dengan bus penuh pemudik. Kereta kencana sesak, pesawat oleng di langit biru, kapal bersuit-suit di samudera hitam. Lebaran indah dengan hiruk pikuk transportasi. Menteri Perhubungan tersenyum puas dengan segala keberhasilan mengantarkan para pekerja urbanisasi menuju tempat lahir. Fasilitas optimal dipersiapkan, pengaturan lalu lintas yang cermat, semua telah dilakukan sempurna. Tinggal tidur di sofa biru empuk, sembari mengirimkan pesan singkat ke para dirjen. Menonton acara "Discovery Channel", sang menteri berdecak kagum atas prestasi yang sudah dia torehkan. Menjelang dan sesudah lebaran mantap dalam rencana.
Hari H sudah di depan mata. Ibu dan ayah saling meminta maaf. Anak-anak tersipu malu melihat cinta monyet orangtua mereka. Sebotol sirup habis dalam hitungan jam. Semua larut dalam kegembiraan. Lebaran bangsaku, lebaran hatiku.
"Wahai, Para Pemudik tahun ini yang berbahagia. Semoga Tuhan memberi kalian keselamatan. Berhati-hatilah di jalan, patuhi pak polisi, jangan buat keonaran. Lewati jalan dengan awas, penglihatan harus cermat memilih, beristirahatlah jika lelah menyapa."
Mudik, aromanya menguar hingga ke seluruh batin penduduk Rindunesia. Semangat membara bertemu orangtua di kampung halaman tercinta. Uang yang berhasil di tumpuk di kota, dialirkan tajam ke lumbung-lumbung pedesaan. Ekonomi rakyat melaju pesat saat pemudik kembali ke desa, meskipun dalam hitungan hari. Silaturahmi tersambung kembali, dosa-dosa lebur menjadi harapan baru, hati bersih dicuci oleh senyum dan tangisan seluruh keluarga. Lebaran menawarkan cerita yang tak henti-hentinya, selalu manis dan mengasyikkan.
Seorang renta memakan biskuit yang giginya tak kuat mengunyah. Anak-anak kecil berkejaran meneriakkan seberapa besar rupiah yang berhasil mereka terima. Pertanyaan-pertanyaan konyol dan basa-basi terlontar dari mulut para tua bagi pelanjut tahta keluarga. Anggukan segan dilakukan para remaja yang pemikirannya bergeser, tak desa lagi tapi metropolitan. Berharap tak lagi ada diskusi, mereka menerima saja tanpa pernah terbersit untuk melaksanakan. Lebaran, gembira dengan segala permasalahan yang dihamparkan.
Janur kuning dipasang di kediaman agung sang Presiden. Bukan pesta pernikahan, tapi open house idul fitri. Menerima segenap rakyat, sayangnya hanya tetangga dekat, bersedia mendengarkan problem klasik masyarakat. Waktunya saling memaafkan dengan hati yang tulus. Masa jabatan lima tahun yang gagal bisa dihilangkan dengan permintaan maaf, sekali dalam setahun, sebanyak lima kali. Bangsa yang pemaaf dengan tingkat kemaafan yang tinggi. Lebaran, hari pencuci dosa bagi kita.
Mobil pribadi berdampingan dengan bus penuh pemudik. Kereta kencana sesak, pesawat oleng di langit biru, kapal bersuit-suit di samudera hitam. Lebaran indah dengan hiruk pikuk transportasi. Menteri Perhubungan tersenyum puas dengan segala keberhasilan mengantarkan para pekerja urbanisasi menuju tempat lahir. Fasilitas optimal dipersiapkan, pengaturan lalu lintas yang cermat, semua telah dilakukan sempurna. Tinggal tidur di sofa biru empuk, sembari mengirimkan pesan singkat ke para dirjen. Menonton acara "Discovery Channel", sang menteri berdecak kagum atas prestasi yang sudah dia torehkan. Menjelang dan sesudah lebaran mantap dalam rencana.
Hari H sudah di depan mata. Ibu dan ayah saling meminta maaf. Anak-anak tersipu malu melihat cinta monyet orangtua mereka. Sebotol sirup habis dalam hitungan jam. Semua larut dalam kegembiraan. Lebaran bangsaku, lebaran hatiku.
Post a Comment