Kutelepon Toni sejam lalu dan ia membolehkan aku meneruskan ceritanya.
Awalnya jantungku ketar ketir sadar jika bagian pertama kisah 'Toni si
Polisi Salah Gen' bisa bikin ia marah. Aku sudah membayangkan mendapat
pasal Pencemaran Nama Baik, dijebloskan sel, dan jadi bulan bulanan
narapidana senior.
'Silakan, Mas Danie. Kalau bermanfaat
buat teman lain, saya nggak keberatan.' ucapnya dari ujung hape.
Suaranya keresek keresek. Kupikir ia mengudap aneka plastik.
'Alhamdulillah!' sorakku.
Toni meminta pamit jika ia mau menghadiri acara pelantikan kepala desa
baru di pendopo dekat rumahnya. Tidak tanggung tanggung, hiburannya Tari
Bugil! Tapi hadirin diikat matanya dengan selembar kain. Pak lurah saja
yang boleh menonton namun pakai kacamata 3D percis di bioskop XX1.
'Mas Toni, baik aku cerita ke Teman temanku, ya?' izinku.
'Oke, Say!' jawabnya. Batinku, polisi salah gen betul si Toni. Say kan Sayang? Jadi?
***
Inilah ceritaku yang kedua tentang Toni:
Hasrat pipisku sudah terlampiaskan. Tapi, Gusti Allah aku mohon ampun
.... Kegemaranku makan jengkol membikin kamar mandi berbau wah! Aku
pasti kena semprot Toni di ruang tamu rumahnya.
Kuselidiki di
mana obat pel di WC ini, tak ada. Malah kutemui softex! Alamak, Toni kan
bujang? Di rumah sendirian pula. Atau, dia memakai barang ajaib buat
mengusir kecoa. Ia pernah bilang, 'Binatang menjijikan!' Kubatin, 'Kamu
polisi lho? Bunuh demonstran saja mampu.'
Meninggalkan kamar
mandi dalam ekspresi tanpa dosa, kuanggap bau jengkol ialah prasasti
sekelas Borobudur, kusambangi Toni kembali di ruang tamu.
'Mas Toni, I'm coming ....' ucapku sambil menarik resleting yang puji tuhan tidak nyangkol.
'Kemari kemari, Nak. Come to Mama!' Ujar Toni membuat guyonan.
'Sampai mana tadi?'
'WTS Pantai Samas!'
______________________________
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Sumber gambar: nafismudrika.wordpress.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar