Chandra mengabari saya lewat SMS. Sobat S2 saya itu yang saya kenal betul sering kelewatan bercanda membuat saya ragu apakah kabar pengumuman final CPNS darinya betulan ataukah fiksi belaka. Kami memang terbiasa berfantasi yang tak jelas ujung dan pangkalnya.
'Beneran, Chan?' tanya saya waktu itu.
'Lihat saja, Om!' jawab Chandra. Dia memanggil saya 'om' sama seperti teman saya yang lain. Aslinya saya tak menerimanya karena beranggapan itu olok olokan. Namun setelah saya resapi, itu panggilan kesayangan mereka dengan harapan perut saya membuncit laiknya om om.
Otak saya terpacu dan menyuruh badan saya lari ke komputer milik kantor adik saya. Eror komputer tak bisa menyala! Sial sekali. Jantung saya berdegup kencang karena harapan saya begitu besar pada tes CPNS 2014 ini. Jika saya tak lulus, tamatlah sudah karir saya. Usia saya sudah tak seksi lagi untuk masuk ke perusahaan. Pikiran saya cuma satu kala itu: jika tidak lulus, saya akan fokus berwirausaha.
Imijanasi saya kacau sore itu ditambah kuota internet saya habis. Berkali kali saya coba perbaiki komputer adik saya namun nihil hasilnya. Batin saya berontak dan mengatakan keras keras kalau saya tidak lulus. Mati saya! Secara jujur, saya tak menguasai pribadi saya. Rapuh sekali jiwa saya. Gontai.
Ibu ada di kamar mandi sedang bernyanyi nyanyi sambil bersiul dan merawat tubuhnya. Saya lemas dan mundur dari komputer untuk duduk di sofa rumah. Mungkin saya lelah dan butuh piknik, jawab hati saya. Ada teh di meja, masih hangat, lantas saya seruput tak peduli itu sisa milik tamu bapak tadi. Ibu semakin keras menjeritkan dirinya, begitulah kebiasaannya seolah membunuh kekecewaan tak mampu jadi biduan dangdut di masa remajanya.
'Gusti ... saya lupa colokin kabelnya! Pantas belum nyala!' seru saya.
Ibarat maju ke medan perang, saya tak bawa senjata dan bermodal tubuh saja. Lawan mudah menyungkurkan saya. Sore itu memang saya tak terkendali. Segera saya bangkit dari sofa melangkah ke komputer.Telunjuk saya memencet tombol power.
'LULUS!' teriak saya menggetarkan eternit rumah.

'Lulus CPNS, Bu!'
'Apa?! Benar ora?'
'Benar, Bu!'
Rumah gempar karena kelulusan saya yang bak bintang jatuh. Bapak yang sampai rumah membawa belanjaan langsung melemparkannya dan mencium lantai alias sujud syukur. Air mata membanjir dari mata mata berbulu lentik kami. Semua berangkulan merayakan kegembiraan ini.
'Doa kita terkabul, Le!' ujar bapak sesenggukan.
'Makasih doanya, Pak Bu.' kata saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar