BAHAYANYA JOKOWI JADI PRESIDEN
Bu Mega merestui Jokowi maju ke Audisi Presiden, lebih enak saya menyebut seperti itu, malah bikin ketar ketir saya. Bukan karena Jokowi terlalu cepat melejit di karir politiknya, melainkan ini karena pribadi seorang Jokowi.
Pada prinsipnya, semua calon presiden baik dan punya niat baik memajukan bangsa. Berbagai strategi diluncurkan oleh masing masing partai politik pengusung agar calonnya menang. Namun sekali lagi, PDI Perjuangan yang memutuskan Jokowi jadi calonnya berhadapan dengan sosok Jokowi itu seperti apa.
"Kenapa dengan Jokowi sih, Danie?" tanya Rosan. "Kerja dia keren kan?"
Saya menjelaskan pada Rosan dengan hati antara mendidih juga bangga yang campur aduk.
"Jokowi lulusan UGM. Dan itu kebanggaanku!"
Jawaban saya tidak bermaksud mendeskriditkan universitas lain. Semua kampus sama saja yang merupakan kawah candradimuka para mahasiswa. Toh belum tentu lulusan UGM lebih sukses dari universitas lain. Kesempatan antar mahasiswa sama, yang membedakan ialah kreativitas dan ketangguhan karakternya.
Lanjut saya dengan Rosan bersila di hadapan saya di teras kos, "Jokowi lulusan Fakultas Kehutanan dan ini berbahaya sekali dengan karakternya!"
"Maksudmu?" Rosan bertanya.
***
Latar belakang pendidikan seorang pemimpin sangat mempengaruhi gaya seorang calon presiden akan memimpin bangsa. Tapi itu tidak mutlak selain dapat disimak dari keluwesan bergaul dan kecakapan melihat peluang. Bolehlah kita simak seorang Sukarno yang insinyur memimpin Indonesia dengan gaya bicaranya yang tegas~menarik, daya analitik kuat, dan memesona banyak kalangan. Ilmu teknik telah memberi bekal Sukarno membawa Indonesia Muda menjadi negara yang disegani di seluruh dunia.
"Apa maksudmu Jurusan Kehutanan akan berbahaya bagi kita, Dan?" Rosan bertanya kuat kuat dalam leher dan mukanya yang tegang.
"Aku khawatir Jokowi akan mengimajinasikan kita sebagai para binatang di hutan belantara. Kau anjing hutan, aku celeng!" jawab saya.
"Ah kau bisa saja, Dan!"
"Ini serius, San. Negara kita akan dihutankan kembali oleh seorang Jokowi!"
"Bukankah itu bagus, Dan! Hutan kita kembali lebat dan para penjarah akan depresi karena belum sampai ada niat menebang sudah tumbuh terus hutan kita!"
"Benar juga, ya ...."
Tapi saya masih kukuh dengan kegelisahan saya kita akan dianggap sebagai hewan. Dan Rosan memberi jawaban bijaksananya pada saya.
"Kita memang masih berjiwa binatang. Binatang tidak salah kan? Ia diciptakan Tuhan dengan ketulusannya. Sebenarnya tidak ada seekor binatang yang makan manusia kecuali kepepet misal macan kelaparan karena jatah di hutan dihabiskan manusia karena menggundulinya."
Ah, pidato Rosan membuat saya mengantuk. Rosan terus menuturi dengan kalimat berlian dan saya manggut manggut menikmati melodi suaranya yang tak beraturan dan membayangkan Jokowi berjibaku dengan pesaingnya: Prabowo yang menunggang elang, Wiranto yang bersuara emas, Hatta yang eksotik dengan rambut peraknya, Surya Paloh si janggut berderai derai, dan tak kalah hebat:
Farhat Abbas sang jenius yang sensasional.
Pada prinsipnya, semua calon presiden baik dan punya niat baik memajukan bangsa. Berbagai strategi diluncurkan oleh masing masing partai politik pengusung agar calonnya menang. Namun sekali lagi, PDI Perjuangan yang memutuskan Jokowi jadi calonnya berhadapan dengan sosok Jokowi itu seperti apa.
"Kenapa dengan Jokowi sih, Danie?" tanya Rosan. "Kerja dia keren kan?"
Saya menjelaskan pada Rosan dengan hati antara mendidih juga bangga yang campur aduk.
"Jokowi lulusan UGM. Dan itu kebanggaanku!"
Jawaban saya tidak bermaksud mendeskriditkan universitas lain. Semua kampus sama saja yang merupakan kawah candradimuka para mahasiswa. Toh belum tentu lulusan UGM lebih sukses dari universitas lain. Kesempatan antar mahasiswa sama, yang membedakan ialah kreativitas dan ketangguhan karakternya.
Lanjut saya dengan Rosan bersila di hadapan saya di teras kos, "Jokowi lulusan Fakultas Kehutanan dan ini berbahaya sekali dengan karakternya!"
"Maksudmu?" Rosan bertanya.
***
Latar belakang pendidikan seorang pemimpin sangat mempengaruhi gaya seorang calon presiden akan memimpin bangsa. Tapi itu tidak mutlak selain dapat disimak dari keluwesan bergaul dan kecakapan melihat peluang. Bolehlah kita simak seorang Sukarno yang insinyur memimpin Indonesia dengan gaya bicaranya yang tegas~menarik, daya analitik kuat, dan memesona banyak kalangan. Ilmu teknik telah memberi bekal Sukarno membawa Indonesia Muda menjadi negara yang disegani di seluruh dunia.
"Apa maksudmu Jurusan Kehutanan akan berbahaya bagi kita, Dan?" Rosan bertanya kuat kuat dalam leher dan mukanya yang tegang.
"Aku khawatir Jokowi akan mengimajinasikan kita sebagai para binatang di hutan belantara. Kau anjing hutan, aku celeng!" jawab saya.
"Ah kau bisa saja, Dan!"
"Ini serius, San. Negara kita akan dihutankan kembali oleh seorang Jokowi!"
"Bukankah itu bagus, Dan! Hutan kita kembali lebat dan para penjarah akan depresi karena belum sampai ada niat menebang sudah tumbuh terus hutan kita!"
"Benar juga, ya ...."
Tapi saya masih kukuh dengan kegelisahan saya kita akan dianggap sebagai hewan. Dan Rosan memberi jawaban bijaksananya pada saya.
"Kita memang masih berjiwa binatang. Binatang tidak salah kan? Ia diciptakan Tuhan dengan ketulusannya. Sebenarnya tidak ada seekor binatang yang makan manusia kecuali kepepet misal macan kelaparan karena jatah di hutan dihabiskan manusia karena menggundulinya."
Ah, pidato Rosan membuat saya mengantuk. Rosan terus menuturi dengan kalimat berlian dan saya manggut manggut menikmati melodi suaranya yang tak beraturan dan membayangkan Jokowi berjibaku dengan pesaingnya: Prabowo yang menunggang elang, Wiranto yang bersuara emas, Hatta yang eksotik dengan rambut peraknya, Surya Paloh si janggut berderai derai, dan tak kalah hebat:
Farhat Abbas sang jenius yang sensasional.
Post a Comment