Mengukur Kelicikan Diri
Kelicikan ini terendus oleh mereka yang tua. Dihadang, mereka menghadang untuk menginterogasi saya.
'Untuk apa kau lakukan semua ini?'
Ia menatap tajam, selanjutnya berbagai pertanyaan meledak, menimpa saya hingga seperti hangus saja badan ini.
'Saya tidak melakukan apa apa. Bagaimana mungkin Anda mengatakan saya hendak menghancurkan nama perusahaan?'
Tak jelas saat itu, apa yang telah saya berikan seratus persen kepada kebaikan perusahaan. Tidak untuk siapa siapa.
Tapi, sepertinya apa yang saya pikir tidak sepenuhnya sesuai dengan pemikiran para atasan. Hanya insan kecil, berharga murah, dan hanya bisa mengabdi dengan cara menjadi ekor. Buntut dari seekor gajah, singa, atau serigala. Ah, saya tidak seperti itu. Dan itu sepertinya yang membuat mereka berang. Sisi ganda dalam tindakan yang saya lakukan; brilian tapi juga mengacaukan. Licik tak terendus, terhalang banyaknya tawa.
Bukankah pemain pemain lain juga berada? Iya, saya melupakan itu. Sudahlah, saya belajar dari kelicikan ini. Semoga saya mampu bermain elegan. Mencipta sesuatu tanpa menggores hati orang di sekeliling saya.
Post a Comment