Jogja akhir
akhir ini hujan lebat. Selebat rambut kepalaku. Bagian belakang saja,
tidak yang di depan karena sudah mulai membotak. Dingin rasanya kalau
air langit deras mengguyur kota ini. Jogja yang semarak mendadak berubah jadi Kutub Utara. Berlebihan memang, tapi itu sungguh terjadi di sini.
Sering aku mengumpat keras keras karena hujan bareng badai. Sialan
mereka berdua. Kupikir mereka berkomplot untuk menghancurkan rumahku.
Benar, tiap hujan badai rumahku kemasukan air banyak. Banjir alias. Kudu
mengepel .... jongkok memeras kain seperti Inem si pembantu kurang ajar
sebelah yang suka pamer paha.
'Kalau kau datang marah marah, kujewer kupingmu, Jan!' kuselenthik, kuadu telunjuk dan jempolku, memberi ancaman pada hujan.
Lalu hujan berhenti. Aku ke luar rumah dan kuamati sekeliling sepi.
Cuma ada dua ibu yang berlarian dengan payung mereka. Kubatin dengan
terkaanku mereka tadi membeli korek api untuk suami mereka. Untuk
merokok suami mereka. Bukan untuk membakar suami mereka.
'BLAIK!' seruku saat mau masuk rumah kembali.
Ada lima bekicot telah menempel di dinding luar rumahku. Tahi mereka tampak jelas. Dinding rumahku jadi membekas cokelat.
'Anjing!' Kuumpat mereka keras keras. Namun kutahan amarahku karena tahu mereka bukan anjing melainkan bekicot.
Kudekati mereka. Kuelus satu persatu cangkang mereka. Berusaha aku
membaiki mereka. Antena di kepala mereka mengarah padaku yang kuartikan
penginlah mereka membuka gerbang silaturahim.
'Baik!' aku
menarik napas dalam. Kulepaskan lima bekicot itu dari dinding. Dan
kutaruh di lantai teras rumah. Mereka menyembunyikan tubuh mereka ke
balik cangkang.
'Ayo ke luar!' bujukku. 'Sudah, sudah. Aku tak pengin marahan lagi sama kalian!'
Satu persatu mereka mengeluarkan tubuh dan bergerak perlahan. Lendirnya
kuamati mengotori lantai terasku. Tak apalah. Kalau aku emosi lagi,
kapan aku bisa berteman dengan mereka.
'Kalian sudah makan?' tanyaku.
Mereka mengulet. Satu dari bekicot itu mengangguk. Sepertinya sebelum
mereka naik ke dinding luar rumahku, mereka sudah makan rumput di
bawahnya. Kuperhatikan mereka gemuk. Banyak gizi kayanya, ya? Dan gesit
kok. Meski kutahu bekicot gerakannya lambat, tapi yang lima ini tidak.
Apa karena mereka vegetarian ya? Jadi, staminanya terjaga. Beda dengan
yang pemakan daging, jarang olahraga.
'Oke! Mulai sekarang, kujadikan kalian tim!' seruku.
Mereka melongokkan kepalanya. Tertarik dengan apa yang kuucapkan.
'Oke, oke. Kalian sekarang boyband. BQ-Cotz nama kalian.' Aku bertepuk
tangan riuh. 'Aku manajer kalian. Tugasku membuat konsep hiburan boyband
kalian. Mengajari kalian bagaimana berkostum yang keren, menata
penampilan kalian. Ganjen sedikit tidak jadi soal. Oya, aku lupa ....
Hmmm, gaya rambut! Bagaimana tertarik?'
Mereka diam. Dan kuanggap mereka setuju.
'Satu lagi; nama kalian harus dipasarkan. Maksudku, jangan pakai nama asli. Orang tahunya kalian bekicot. Ada usul?' tanyaku.
Suara mereka jelas tak terdengar olehku. Dan kupercepat saja dengan
memberi mereka nama popular; Brian, Kevin, Rama, Stephen, Karsono.
Kenapa aku kasih satu nama Jawa pada satu dari mereka? Biar mereka tidak
lupa daratan. Biarlah satu nama lokal terselip.
'Baik, sekarang hari pertama kita latihan vokal! SIAP!'
___________________________
Follow my twitter @AndhyRomdani
Please come to my house: www.rumahdanie.blogspot.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar