Header Ads

Calling the Spirits: Ketika Mobilku Raib

Di mulut garasi, kutelan ludahku. Tenggorokan terasa sakit. Entah karena kondisi tubuh yang tak bugar, atau ada pikiran yang selama ini mengganggu. Semangat itu hilang. Bersama mobilku yang raib dicuri, ketika aku terlelap dalam tidurku. Setelah kerja yang memburu waktuku. Harus berkendara apa diriku ke kantor?

Terus terang, aku malu. Bermotor, badanku ringkih tak boleh angin masuk. Lagipula, tekanan berupa cemooh dari tetangga pasti akan kutemui. Kudapatkan dengan dua kupingku yang meradang. Tak ingin itu terjadi, aku berpikir memakai sepeda onthel.

‘Jarak rumahku jauh!’

‘Keringatan sampai di kantor, aku tidak suka kamar mandi kantor yang kotor.’

‘Sepulang kantor, apakah energiku masih kuat untuk mengayuh sampai rumah?’

 

Belum ketemu jawaban yang memuaskan hatiku, bagaimana jika ojek menjadi pilihan selanjutnya?

Wah, pernah lima tahun lalu, aku nyaris mati oleh Paman Ojek sembrono. Mengejar waktu kerja yang sudah mepet, kami berdua nyaris masuk got akibat menghindari truk di depan. Nasib masih berpihak pada kami, aku selamat. Sejak saat itu, trauma akan kendaraan umum tak bisa aku hilangkan. Parah.

Mobilku kesayanganku, di mana dirimu? Semoga Pak Polisi segera bisa menemukannya.

Atau, sekarang aku menuju dealer mobil? Kan kubeli mobil yang sama. Bukan, bukan, mencari pandangan lain. Mobil baru?

Mencoba sepeda?

Tak jelas ….

 

2 komentar:

  1. Oke Bunda Ita. Kukerahkan Jinny dan Jonny buat mindahin sekejap. Ni malem. hehehe

    BalasHapus