Pendekar Saraf Kehilangan Cinta
"Hai ... dasar pengecut kelas teri! Kalau berani ke mari, lawan aku! Keluarkan ajian terbaikmu!"
Pendekar kerempeng itu terus saja menyalak saat dia mendekati warung kopi. Di depannya terlihat dua orang lelaki sedang menyeruput kopi pahit. Sontak kedua lelaki itu tergores kejantanannya, memalingkan muka dan mendapati seorang pendekar kerempeng sedang menantang mereka.
"Pemuda tengik, buih ... Ada angin apa kau ke mari, ha? Tak puaskah kau kami siksa tempo hari. Ingin apa lagi? Apa kau ingin kami mencincangmu!" Salah seorang lelaki nyerocos sarat emosi. Terlihat seorang perempuan pemilik warung lari tunggang langgang menghindar dari perkelahian. Sebelumnya, dia bisa mungkin menyelamatkan jajanan yang masih bisa diraih oleh tangannya. Ketan goreng, pisang hijau, rokok dalam toples, apapun dimasukkannya ke dalam bakul.
"Kalian, dua lelaki bodoh tak tahu adat. Aku masih ingat perbuatan kalian. Kali ini aku menuntut dendam pada kalian."
"Ha ... ha ... jagoan tengik! Memang kau punya senjata apa?" Lelaki lain di depan pendekar kerempeng itu mulai ikut berbicara.
"Tak usah kau tanyakan itu ... hai dua manusia bejat!"
"Baiklah kalau begitu. Kita selesaikan dendam kita."
Maka terjadilah pertarungan sengit. Dua orang lelaki melawan pemuda kerempeng. Pukulan-pukulan andalan, tendangan-tendangan jitu, dan umpatan ajaib terus saja menguap dari mulut mereka. Pedang terhunus, tombak telah siap. Pemuda kerempeng tak kalah aksi, dia keluarkan ajian tapak brata. Dia melawan dengan tangan kosong. Dia menganggap penggunaan senjata adalah tindakan pengecut. Hanya orang-orang sinting yang berperang dengan alat bantu. Meraih kemenangan bukan dari hasil karyanya sendiri. Dari alat bantu.
Sebenarnya apa yang melatari peristiwa itu?
Pendekar kerempeng itu terus saja menyalak saat dia mendekati warung kopi. Di depannya terlihat dua orang lelaki sedang menyeruput kopi pahit. Sontak kedua lelaki itu tergores kejantanannya, memalingkan muka dan mendapati seorang pendekar kerempeng sedang menantang mereka.
"Pemuda tengik, buih ... Ada angin apa kau ke mari, ha? Tak puaskah kau kami siksa tempo hari. Ingin apa lagi? Apa kau ingin kami mencincangmu!" Salah seorang lelaki nyerocos sarat emosi. Terlihat seorang perempuan pemilik warung lari tunggang langgang menghindar dari perkelahian. Sebelumnya, dia bisa mungkin menyelamatkan jajanan yang masih bisa diraih oleh tangannya. Ketan goreng, pisang hijau, rokok dalam toples, apapun dimasukkannya ke dalam bakul.
"Kalian, dua lelaki bodoh tak tahu adat. Aku masih ingat perbuatan kalian. Kali ini aku menuntut dendam pada kalian."
"Ha ... ha ... jagoan tengik! Memang kau punya senjata apa?" Lelaki lain di depan pendekar kerempeng itu mulai ikut berbicara.
"Tak usah kau tanyakan itu ... hai dua manusia bejat!"
"Baiklah kalau begitu. Kita selesaikan dendam kita."
Maka terjadilah pertarungan sengit. Dua orang lelaki melawan pemuda kerempeng. Pukulan-pukulan andalan, tendangan-tendangan jitu, dan umpatan ajaib terus saja menguap dari mulut mereka. Pedang terhunus, tombak telah siap. Pemuda kerempeng tak kalah aksi, dia keluarkan ajian tapak brata. Dia melawan dengan tangan kosong. Dia menganggap penggunaan senjata adalah tindakan pengecut. Hanya orang-orang sinting yang berperang dengan alat bantu. Meraih kemenangan bukan dari hasil karyanya sendiri. Dari alat bantu.
Sebenarnya apa yang melatari peristiwa itu?
Post a Comment